Dusun
belo adalah bagian dari pemekaran wilayah Desa Rembes. Dan Desa Rembes adalah
salah satu desa dari Kecamatan Bringin. Dahulu kala, Dusun Belo adalah sebuah
hutan belantara. Namun, Ketika Mbah Djokerto dan Mbah
Durnodito datang mereka kemudian memutuskan untuk melakukan Babat Alas.
Mbah Durnodito
memiiki nama lain yaitu Raden Pethak. Mbah Djokerto dan Mbah
Durnodito adalah kakak beradik, keduanya berasal dari salah satu kerajaan
di Solo.
Mereka merupakan seorang wali, keduanya
mengembara hingga menemukan tempat yang sekarang ini menjadi desa Belo. Ketika membuka hutan,
mereka berdua melihat sebuah kolam atau telaga yang kecil dan berlumpur mereka
menyebutnya (Mbel
) dan di dekatnya ada pohon (Lo) menurut cerita pohon
Lo ini hampir mirip dengan pohon beringin. Kemudian mereka memutuskan untuk
memberi nama dusun kami dengan sebutan MBELO atau (BELO).
Ketika proses Babat Alas belum
selesai dilakukan, keduanya melakukan tirakat dengan berpuasa. Karena
persediaan makanan yang kurang mencukupi, mereka hanya membawa bekal jagung
sebanyak 10 belah (10 buah). Dan mereka memakannya sebanyak 1 biji perorangnya
setiap harinya ketika meraka sudah merasa lapar. Dan mereka memakan jagung
tersebut dengan air minum saja, hingga mereka selesai melakukan Babat Alas.
Mereka mencoba menanam beberapa
tanaman seperti jagung, ketela pohon, dan padi agar ketika panen, mereka
memiliki persediaan makanan. Mereka menanam tanaman tersebut sebab, menurut
mereka hanya tanaman tersebut yang mudah di tanam, perawatannya mudah, dan
cepat untuk di panen. Setelah selesai melakukan Babat Alas, Mbah
Durnodito memutuskan untukberpisah dengan Mbah Djokerto. Mbah Durnodito
pindah ke tempat lain dan membuka lahan baru yang letaknya bersebelahan
dengan Dusun Belo.
Mereka menikah dengan putri dari
keturunan wali juga. Namun tidak diketahui identitas dari istri keduanya. Sejak
saat itu, Dusun belo Mulai ramai karena adanya keturunan-keturunan mereka. Diantaranya
ada Mbah
Sadeli, Mbah Sayid, Mbah Sumarto, Mbah Warji, Mbah Wereo Rejo,
Mbah Tohari (menjadi kyai pertama di Dusun Belo selepas Mbah
Durnodito dan Mbah Djokerto meninggal dunia).
Dari sejak zaman dahulu hingga
saat ini, di Dusun kami tidak pernah ada yang namanya kesenian. Karena, Cikal
bakal (sesepuh) zaman dahulu tidak menyukainya. Biarpun ada yang mencoba
membuat grup seni atau membayar pertunjukan seni maka rencana tersebut akan
gagal. Entah dengan alasan apa tapi cikal bakal dusun kami itu hanya
menginginkan agar penduduk desa tidak terpengaruh dengan apapun.