Sebelumnya saya memosting tentang SUSUNAN PENGURUS MI NURUL HUDA kali ini saya memosting tentang NYADRAN & UNGGAHAN/APEMAN . Bulan puasa tinggal hitungan jam. satu minggu sebelum datangnya bulan suci ini berbagai daerah di Jawa dan Sumatera kita jumpai berbagai bentuk ritual sadranan atau biasa disebut nyadran atau ruwahan atau megengan, karena dilaksanakan pada bulan Ruwah dalam hitungan kalender Islam Jawa. Pusat-pusat kegiatan nyadran yang ditandai nuansa religius magis dengan ritual-ritual khas itu adalah tempat-tempat yang dikeramatkan masyarakat, terutama makam leluhur atau tokoh besar yang banyak berjasa bagi syiar agama Islam pada masa lampau.
Tradisi yang hingga saat ini masih berlangsung di kalangan masyarakat desa dan bahkan kota itu mempunyai makna simbolis, yakni menguatnya hubungan diri orang Jawa dengan para leluhur yang telah mendahului, hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan Tuhan Yang Mahakuasa. Tradisi nyadran intinya berupa ziarah kubur pada bulan Sya’ban (Arab), atau Ruwah dalam kalender Jawa. Tradisi itu menjadi semacam kewajiban bagi orang Jawa sebagai balas budi terhadap leluhur. Ziarah dengan membersihkan makam leluhur, memanjatkan doa permohonan ampun untuk leluhur, dan tabur bunga tersebut adalah simbol bakti dan ungkapan penghormatan serta terima kasih seseorang sebagai manusia kepada para leluhurnya.
Makna yang terkandung dalam persiapan puasa di bulan Ramadan adalah agar orang mendapatkan berkah dan ibadahnya diterima Allah. Lewat ritual nyadran, masyarakat Jawa melakukan penyucian diri. Mereka mandi di kolam, mata air, telaga, dan mengunjungi makam leluhur, membersihkan batu-batu nisan dari rumput liar dan ilalang, dan melakukan doa. Meski bentuk kegiatan sama, namun makna nyadran sangat berbeda dengan ziarah kubur. Selain ziarah kubur dalam tradisi nyadran, banyak juga warga yang di bulan Sya’ban atau Ruwah menggelar ruwahan berupa munggahan (berasal dari bahasa Sunda, unggah, yaitu mancat atau menaiki tempat yang lebih tinggi). Umumnya acara ini tak luput dengan Ketan,Apem,Pasum,Gedang/Pisang. Hal tersebut memiliki syimbol atau makna yang terkandung dalam makanan atau jajanan pasar. Yang pertama adalah ;
ambengan |
Ketan dengan kata ‘Khata-an’ yang berarti ‘kesalahan’. Secara filosofis, ini bermakna bahwa manusia dituntut agar ingat pada perbuatan salah, yang berawal dari diri sendiri, dan kemudian diharapkan agar terhindar dari kesalahan yang sama.
Apem dengan kata ‘Afwun’ yang berarti ‘permintaan maaf’ atau ‘ampunan’. Tak hanya meminta maaf, apem ini juga dimaknai sebagai simbol agar manusia juga dapat mudah memaafkan kesalahan orang lain.
Pasum dengan kata ‘Fasauma’ yang berarti di wajipkan puasa bulan Ramadan yang diambil dari rukun islam ke 4
Gedang/Pisang yang berarti godaan saat puasa.